Pendahuluan
Alkitab banyak sekali memberikan janji-janji serta jaminan kepada kita. Setiap lembaran-lembaran Alkitab yang kita buka dan baca berisi janji dan jaminan Allah kepada umat-Nya. Janji itu dapat dituntut dan diyakini, sehingga kita tidak perlu khawatir menghadapi segala hal yang terbentang di depan kita. Tapi anehnya, sering sekali manusia khawatir, bahkan tak jarang orang yang mengaku Kristen sekalipun sering merasa khawatir, takut menghadapi hari depan, seakan-akan tidak yakin sepenuhnya akan janji Allah kepada kita yang telah dituangkan dalam kitab suci.
Adalah merupakan hal yang sangat penting bagi masing-masing orang Kristen untuk meyakini sepenuhnya janji-janji Allah. Allah selalu memberikan yang terbaik bagi anak-anakNya, bahkan melebihi seorang orangtua kepada anak-anak mereka. Jika Allah telah menjamin saudara untuk sukses pada hari ini, maka Dia juga akan menjamin kesuksesan saudara pada masa yang akan datang. Bersama Allah, hari ini akan lebih baik dari hari kemarin dan hari esok akan lebih baik dari hari ini.
Isi
Alkitab Perjanjian Lama mengisahkan seorang bapa yang sangat saya kagumi dalam hidup ini, seorang bapa yang dalam hidupnya selalu yakin terhadap jaminan dan perlindungan Allah. Kalau saya disuruh memilih, diantara orang-orang yang hidup dalam Perjanjian Lama siapakah yang engkau jadikan sebagai idolamu, maka saya akan memilih dia. Abraham, adalah seorang bapa yang tidak pernah meragukan jaminan perlindungan dan penyertaan Allah, dia selalu yakin kepada setiap janji yang keluar dari mulut Allah.
Rasul Paulus menuliskan mengenai perjalanan hidup Abraham yang dikenal sebagai bapanya orang percaya sepanjang zaman ini dalam surat Ibrani, tepatnya dalam Ibrani 11:8, 17 kita membaca:” Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui . . . Karena iman maka Abraham, takkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak, ia yang telah menerima janji, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal.”
Allah telah memilih Abraham menjadi leluhur umat-umat pilihan-Nya, oleh karena dia merupakan seorang yang setia diantara orang-orang lain yang hidup pada zamannya. Dia tetap setia menyembah Allah yang benar meskipun hidup di tengah-tengah orang-orang yang menyembah ilah atau allah lain. Ia tetap setia menyembah Yahweh penciptanya. Ia sangat meyakini jaminan Allah.Dalam hidupnya, sejak sebelum meninggalkan kampung halamannya Ur Kasdim dan pergi menuju kepada suatu tempat yang tidak diketahuinya dengan pasti, Abraham selalu mempunya semboyan, ”Jehovah Jireh,” ”Allah akan menyediakan.” Menurut para ahli Alkitab dan pakar Arkheologi, kampung halaman Abraham Ur Kasdim adalah merupakan suatu wilayah yang pada zamannya, tergolong kepada wilayah yang telah maju. Bangunan-bangunan bertingkat, pelajaran matematika dan ilmu pasti lainnya telah dipelajari oleh orang-orang Ur Kasdim. Tetapi saat Allah menyuruh Abraham untuk keluar dari negeri itu, dia menurut saja. Abraham tidak pernah berkata, ”Mengapa Tuhan.?” Dia tidak pernah bertanya kepada Tuhan, ”Apakah ditempat yang baru itu nantinya aku punya pekerjaan, tempat tinggal dan apakah keluargaku akan hidup damai?” Sekali lagi semboyannya selalu, ”Jehovah Jireh,” ”God will provide,” ”Allah akan menyediakan.”
Bukanlah merupakan suatu hal yang mengherankan jika Allah berkata kepadanya, Abraham, ”Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyur; dan engkau akan menjadi berkat.” Abraham, seharusnya menjadi teladan kita kalau kita masih meragukan perlindungan dan kebaikan Allah. Kita seharusnya mampu berkata seperti Abraham, ”Jehovah Jireh.”
Untuk menguji ketergantungan Abraham kepada Allah dan untuk melihat apakah dia memang sepenuhnya yakin terhadap janji dan jaminan Allah, maka dia perlu menghadapi beberapa ujian. Sedikitnya ada 4 ujian yang dihadapinya, antara lain:
1. Dia harus terpisah dari sahabat-sahabat dan saudara-saudaranya.
Mengapa? Hal ini perlu agar hidupnya berbeda dengan hidup orang-orang dunia lainnya yang ada di kampung halamannya. Saya bangga, oleh karena menurut catatan Alkitab, Abraham dalam menghadapi ujian ini berhasil. Meskipun ada banyak hal yang dapat membuat dia untuk berbalik dan kembali ke Ur Kasdim kampung halamannya, tetapi dia tidak mau kembali! Malahan dia berjalan dan berjalan terus menuju tempat yang dijanjikan Allah kepadanya. Ia sepenuhnya percaya bahwa Jehovah Jireh, Allah akan menyediakan segala sesuatunya untuk kebaikannya.
Sama seperti apa yang telah saya katakan terdahulu, dalam ujian ini Abraham menurut saja kepada perintah Tuhan. Dia tidak pernah bertanya tentang tempat yang akan ditujunya, yaitu tempat yang diperintahkan Tuhan untuk tempat tinggalnya yang baru. Dia tidak bertanya tentang keadaan tanahnya. Dia tidak bertanya tentang iklimnya apakah sejuk, dingin atau panas. Dia tidak berusaha untuk mencari tahu apakah di tempat itu kelak dia bisa menjadi orang yang kaya raya.
Bagi Abraham, tempat yang terbaik di atas dunia ini adalah tempat yang telah ditentukan Allah untuk didiaminya. Sebagai seorang pengikut Kristus, sebaiknya kita tidak perlu ragu dan takut akan masa depan kita. Kita harus yakin sama seperi keyakinan Abraham. Kita harus berani berkata, ”Jehovah Jireh, ” ”Allah akan menyediakan..”
2. Dia harus mengalami masa paceklik.
Dalam hidupnya Abraham pernah mengalami satu masa kemarau yang berkepanjangan. Cukup lama hujan tidak pernah turun membasahi bumi. Ternaknya tidak mendapatkan rumput yang cukup, kelaparan atau paceklik mengancam segenap keluarga dan rombongannya.
Untuk melepaskan diri dari bala kelaparan yang sangat berat ini, dia tidak mau menyerah begitu saja. Bahaya kelapan yang berkepanjangan ini tidak membuatnya untuk berbalik dan kembali ke kampung halamannya Ur Kasdim, sebaliknya dia pergi ke Mesir. Dia selalu yakin akan jaminan dan perlindungan Allah.
3. Harus bersabar untuk menantikan kelahiran anak yang telah dijanjikan.
Dalam ujian yang ketiga ini, Abraham sempat tidak
sabar untuk menunggu perwujudan dari janji itu. Dengan alasan usia yang sudah semakin tua, ia berusaha untuk mendapatkan anak dengan cara mengikuti jalan pikirannya sendiri, yaitu dengan mengawini Hagar, hamba istrinya Sarah. Dalam hal ini imannya kurang sempurna dan harus diuji kembali.
4. Ujian untuk mempersembahkan Ishak.
Allah harus menguji iman Abraham sekali lagi setelah iman Abraham gagal untuk menantikan perwujudan janji Allah untuk memberikan kepadanya seorang anak laki-laki. Ujian keempat ini, yakni ujian untuk mempersembahkan Ishak, anak yang telah lama dinantikannya itu sebagai korban persembahan bagi Allah, adalah merupakan klimaks dari semua rentetan ujian Allah kepada Abraham.
Mari kita membaja nats Kejadian 22:2 “Ambillah anakmu yang tunggal itu yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia disana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Ku katakan kepadamu.”
Perintah untuk mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran, bagi Abraham, adalah merupakan perintah yang sangat mendebarkan hatinya. Suara ini datang ketelinganya bagaikan petir di siang bolong. Bagaimana mungkin Ishak, anak yang dijanjikan yang telah lama ditunggu-tunggu itu disuruh untuk dipersembahkan, bukankah ini sesuatu yang mengherankan dan tidak dapat diterima akal sehat? Allah telah memberikan Ishak kepada Abraham, tetapi sekarang kepada minta kembali?
Saya bisa bayangkan, setiap Abraham memikirkan perintah ini, pasti ia akan termenung sambil menundukkan kepalanya ke tanah dan berdoa seperti yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, demi untuk mendapatkan kepastian tentang perintah itu. Bisa saja dalam pikirannya dia selalu bergejolak, “Apakaha aku memang harus melakukan hal ini.?”
Kemanapun dia pergi, kegiatan apapun yang sedang dia lakukan, perintah Tuhan itu selalu saja terngiang dan menggema di telinganya, Abraham “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi yakni Ishak.” Abraham memastikan bahwa perintah ini harus segera diikuti, sebab dia selalu mengingat falsafah hidupnya, “Jehovah Jireh.”
Singkat cerita, dengan berjalannya waktu, maka diapun menyadari bahwa kini perintah untuk mempersembahkan Ishak itu sudah sangat dekat waktunya. Sebelum waktu itu tiba, adakalanya Abraham pergi ke tempat tidur anaknya Ishak, hanya untuk melihat apakah anak yang dikasihinya itu tertidur lelap. Dia menatapi wajah Ishak, tangannya yang lebut mulai membelai wajah anaknya Ishak yang sangat dikasihinya itu. Saat ia membelai Ishak, tiba-tibanya hatinya galau dan bercampur sedih. Dia tahubetul bahwa waktu untuk mempersembahkan Ishak sungguh sangat dekat.
Abraham betul-betul tidak sanggup untuk memberitahukan pertintah Tuhan itu kepada Sara, sebab Abraham tahu bagi Sara Ishak adalah segal-galanya. Abraham merasa pasti bahwa Sara akan melakukan apa saja demi untuk hidup Ishak. Abraham berfikir, sekiranya rencana untuk mempersembahkan Ishak ini diberitahukan kepada Sara, maka Sara akan menghalanginya. Itulah sebabnya Abraham tidak memberitahukan kepada siapapun rencanya ini.