Ditulis oleh : Victor Parachin
(Majalah Signs of The Times – February 2006)
Diterjemahkan secara bebas oleh : Jackie Sihotang
“Bahkan bagi mereka yang berada diambang perceraian pun ada jalan keluar!”
Ketika berusia 15 tahun, Doris Glaspy menghadiri satu acara Sabat sore dimana dia melihat seorang pemuda dan langsung merasa tertarik seketika itu juga. Hal ini merupakan perasaan yang tidak lazim baginya karena biasanya dia lebih tertarik kepada buku-buku, daripada anak laki-laki. “Ia memakai sweater berkerah V berwarna merah, dan saya langsung memperhatikannya” kenang Gladys. Teman-teman mendorongnya untuk mengirimkan sebuah pesan yang berisi, “Temui saya diluar setelah acara selesai.” Hal ini merupakan suatu tindakan yang sangat berani dari seorang anak belasan tahun yang lembut dan pemalu dari Selatan
Pemuda tersebut menerima ajakannya, dan mereka duduk diluar sambil bercakap-cakap. Ia bertanya apakah dia dapat mengunjungi Doris, tetapi Doris menjelaskan bahwa orangtuanya tidak memperbolehkannya mempunyai “teman” sampai dia berusia 16 tahun. Mereka berhubungan melalui surat-menyurat sampai Doris cukup usia untuk mulai berpacaran.
Meskipun Jay Glaspy sekarang telah pensiun dan telah menikah dengan Doris hampir 5 dekade, ia mengingat dengan begitu jelas saat pertama ia berbicara kepada calon istrinya. “Perasaan cinta dan kegembiraan yang saya rasakan untuk mengetahui tentang dirinya lebih dalam tak dapat dijelaskan; rasanya seperti berada di langit yang kesembilan.” Dan, hampir 50 tahun setelah saat yang sangat berkesan itu, katanya: “Saya merasa “pusing” setiap kali mengingat saat itu”
Jay & Doris Glaspy adalah teladan-teladan yang sangat baik bahwa seseorang dapat saja menikah untuk sesuatu yang baik, bukan yang buruk; bahwa perkawinan dapat menjadi seumur hidup, memuaskan, dan memperkaya dan dapat menjadi sumber dari kegembiraan yang berulang-ulang.
Jika berjalan sebagaimana mestinya, perkawinan akan menjadi sebuah kehidupan yang penuh akan pengharapan, kegembiraan dan kebahagiaan yang dibagikan bersama-sama pasangan.
Berikut ini beberapa cara yang sangat jitu untuk melindungi perkawinan anda dari perceraian dan menjamin hubungan anda sehat dan bersemangat sepanjang tahun.
1. Peliharalah Aspek Kerohanian Perkawinan Anda. “Kami mempunyai Tuhan didalam kehidupan kami dan kami terfokus kepadaNya,” ujar Jay Glaspy mengenai kesuksesan perkawinannya. Untuk memelihara aspek kerohanian sebuah perkawinan, buatlah menjadi suatu kebiasaan menghadiri gereja bersama-sama, belajar Alkitab bersama-sama, berdoa dengan bersungguh-sungguh dan sering-sering berdoa bersama dan saling mendoakan. Hal ini berarti juga mengaplikasikan sebanyak-banyaknya kutipan-kutipan Alkitab kedalam hubungan tersebut yang mengajak kita untuk menjadi orang yang baik, berperasaan, lemah-lembut dan penuh kasih sayang. Perkawinan akan menguntungkan ketika pasangan-pasangan membentuk kehidupan mereka bersama-sama dengan bermacam-macam kutipan-kutipan Alkitab.
Berikut ini beberapa contoh : Ikuti anjuran Alkitab untuk memperlakukan pasangan anda dengan penuh hormat: “Saling mendahului dalam memberi hormat. Roma 12:10” Perhatikan ketika Alkitab memperingatkan kita untuk bertumbuh didalam kasih: “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Ibrani 10:24.” Aplikasikan pelajaran Alkitab untuk hidup penuh dengan damai dan dengan saling menghormati: “Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. Roma 14:19.” Hidupkan didalam perkawinan anda panggilan Alkitab mengenai kerendahan hati: “Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri.Filipi 2:3”
2. Jadikan Hubungan Anda Menjadi Prioritas Utama. Bahkan sebuah perkawinan yang tampaknya telah diciptakan di surga akan memerlukan perhatian dan perawatan. Hindari memperlakukan hubungan sebagaimana adanya. Jangan ijinkan bermacam-macam kegiatan luar menyalahi prioritas perkawinan anda. Begitu banyak pasangan-pasangan tanpa disadari menempatkan energi mereka yang tertinggi pada tuntutan karir, tanggung jawab sebagai orangtua, tekanan-tekanan dari keluarga suami/istri, dan kegiatan-kegiatan sukarela. Meskipun karir, menjadi orangtua, keluarga suami/istri, dan kewajiban sebagai warga masyarakat penting adanya, pasangan-pasangan harus menemukan suatu keseimbangan yang pas antara mempertahankan hubungan mereka dan kegiatan-kegiatan lainnya. Kalau tidak di monitor dengan baik, kegiatan-kegiatan yang begitu banyak akan menyusup dan mengikis waktu dari anda dan pasangan anda
3. Jadilah Seorang Sahabat Bagi Pasangan Anda.
Untuk buku mereka yang berjudul “Till Death Do Us Part,” penulis Jeanette C. Lauer dan Robert H. Lauer mengadakan penelitian terhadap 315 pasangan yang telah menikah 15 tahun atau lebih. Tujuan mereka adalah untuk menentukan hal apa sajakah yang membuat perkawinan bukan hanya dapat bertahan tetapi menyenangkan. Dari mereka yang menanggapi survey tersebut, 300 pasangan mengatakan mereka berbahagia didalam perkawinan mereka. Sebagian dari daftar pertanyaan tersebut meminta pasangan-pasangan untuk memilih dari 39 faktor-faktor dan membuat suatu daftar dari apa yang mereka kira penting untuk membuat perkawinan mereka bertahan dan menyenangkan. Hampir 90% dari suami dan istri menempatkan pernyataan yang sama dibaris paling atas dari daftar mereka : Pasangan saya adalah sahabat saya. Untuk menjadi seorang sahabat satu terhadap yang lain, pasangan-pasangan perlu secara terus-menerus menunjukkan rasa percaya satu terhadap yang lain, memperhatikan, dapat menyimpan rahasia, mengekspresikan perasaan yang paling dalam dan buah pikiran, mendengarkan dengan penuh rasa hormat, dan bersenang bersama-sama.
4. Cepat Mengampuni.Hal ini, sudah barang tentu, adalah dasar yang Alkitabiah yang ditekankan berulang-ulang didalam kitab suci. Rasul Paulus menulis : “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.Efesus 4:32” Pengampunan adalah sangat penting untuk mengobati luka didalam suatu hubungan. “Suatu perkawinan yang bahagia adalah perpaduan dari dua pemaaf-pemaaf yang baik,” tulis pengarang Robert Quillen. Tanpa balsem pengampunan, kedua pasangan akan menjadi terluka dan menderita. “Ketika engkau memilih untuk bertahan marah terhadap pasanganmu, engkau membangun sebuah dinding disekeliling dirimu sendiri,” demikian dikatakan oleh Phillip C. McGraw, Ph.D., didalam bukunya Relationship Rescue. Engkau akan terjebak didalam suatu perasaan emosi yang kompleks dari rasa sakit dan penderitaan sehingga energi yang negatif akan mendominasi seluruh kehidupanmu. Kebencianmu dapat merembes kepada setiap perasaan lain yang keluar dari hatimu. Lebih dari itu, perasaanmu terhadap pasanganmu tidak dapat dipastikan lagi. Kebencian dan kemarahan adalah suatu kekuatan yang luar biasa yang sekali memasuki hatimu, akan merubah segala sesuatu tentangmu…..Satu-satunya jalan keluar adalah melalui pengampunan – mengambil langkah moral yang tinggi dan memaafkan orang yang telah menyakitimu.”
5. Lupakan Hal-hal Kecil & Menjengkelkan. Hindari suasana “pertempuran” yang disebabkan oleh hal-hal kecil dan menjengkelkan dari pasanganmu. Selektif terhadap hal-hal yang berharga untuk didiskusikan dan dilaksanakan. Pikirkan hal-hal yang berarti. Ini adalah nasehat yang diberikan kepada Jaksa Mahkamah Agung Ruth Bader Ginsburg oleh calon ibu mertunya. Sebagai hasilnya, ia bukan saja telah menikmati karir yang sangat memuaskan sebagai Associate Mahkamah Agung tetapi juga perkawinan yang amat sangat berbahagia hampir 50 tahun. Bulan Juni 1954, ketika itu ia akan menikah dengan Marty Ginsburg. “Pagi hari dihari pernikahannya, ibunya Marti berkata, “Didalam setiap perkawinan yang berhasil, kadang ada gunanya kalau kita sedikit tuli.’ Ia meletakkan ditangan saya satu set penyumbat telinga yang terbuat dari lilin,” kenang sang Jaksa. Dia mengaplikasikan pelajaran tersebut kepada sebuah pepatah tentang perkawinan: “Yang dimaksud oleh ibu mertua saya adalah : Kadang-kadang orang mengucapkan hal-hal yang tidak baik dan tidak dipikirkan. Pada saat mereka melakukannya, adalah lebih baik untuk menjadi agak sedikit tuli—untuk menghilangkan dan tidak kembali kedalam kemarahan atau ketidaksabaran…..Ada gunanya, kadang-kadang, untuk menjadi sedikit tuli.” Pilih respons dan kata-katamu dengan hati-hati supaya perkawinanmu dapat bertumbuh dan maju dengan pesat. Sebuah kata bijaksana dari Alkitab dalam hal ini: “Perkataan mulut orang berhikmat menarik, tetapi bibir orang bodoh menelan orang itu sendiri. Pengkhotbah 10:12.”
6. Belajar Bertengkar Secara Fair. Setiap pasangan akan memiliki perbedaan-perbedaan pendapat, mengalami perselisihan pribadi, dan beradu argumentasi. Kuncinya adalah belajar untuk mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut dan bertengkar secara fair. Mari L. Clements, Ph.D., asisten professor di School of Psychology Fuller Theological Seminary di Pasadena, California, mempelajari perkawinan-perkawinan yang sukses. Berdasarkan penelitiannya, dia memberikan 3 tips untuk bertengkar secara fair :
* Mendengarkan dengan seksama. “Biasanya pada saat pasangan kita berbicara kita sibuk memikirkan bantahan kita, sehingga kita tidak dapat mendengarkan apa yang dia ucapkan,” kata Dr. Clement.
* Jangan Menyerang. Sebaliknya fokuskan perasaanmu terhadap situasi yang ada. “Waktu kamu meninggalkan pakaian berserakan dilantai aku menjadi marah karena aku merasa aku harus membereskannya,” adalah lebih produktif daripada “kamu memang semberono.”
* Jangan pernah mengancam untuk mengakhiri hubungan. “Benar, anda akan mendapatkan perhatian, tetapi hal itu akan melemahkan struktur dari hubungan tersebut dan sungguh membahayakan dalam jangka panjang,” tambahnya.
7. Hindari Perfeksionisme. “Jangan mencari perfeksionisme didalam diri anda dan pasangan anda,” nasehat seorang ahli ilmu jiwa Mark Goulston, pengarang The Six Secrets of a Lasting Relationship. “Sungguh sangat hebat rasanya mempunyai standard-standard yang tinggi, tapi jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat diraih. Adalah sangat baik mempunyai prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan, tetapi jangan terlalu kaku sehingga tidak dapat dilekukkan dan diluruskan. Jika engkau mengharapkan kesempurnaan, engkau menjerumuskan dirimu kedalam hidup yang penuh ketidakpuasan.”
8. Jangan Pernah Pergi Tidur Dalam Keadaan Marah. Justin dan Jane telah menikah selama delapan tahun. “Seperti semua pasangan-pasangan, kami mempunyai perbedaan pendapat. Kadang-kadang perbedaan itu memanas, tetapi, sejak awal hubungan kami, kami membuat perjanjian jangan pernah pergi tidur dalam keadaan marah,” ujarnya. “Kami berusaha untuk memadamkan perasaan sakit hati sebelum mematikan lampu dengan berkata: Aku tahu, kita akan mengatasi hal ini, tetapi marilah kita melihatnya dengan mata dan perasaan yang telah beristirahat pada esok hari. Kemudian, kami akan berpelukan dan berciuman. Dengan cara demikian pertengkaran tidak tergantung-gantung dan kami dapat tidur. Seringkali pada pagi berikutnya, persoalan yang tampaknya sangat begitu penting pada malam sebelumnya, telah kehilangan banyak dramanya.
9. Menonjolkan Yang Positif. Akhirnya, selalu berusaha untuk memelihara harapan-harapanmu, bukan rasa sakit. Bilamana saja engkau merasa frustasi dengan hubunganmu dan marah terhadap pasanganmu, ambillah nafas dalam dan berhenti sejenak untuk memfokuskan pikiran terhadap pengharapanmu, bukan rasa sakitmu. Sekalipun ada rasa sakit pada saat ini, bekerjalah kearah dan antisipasi hasil yang baik. Iman, pengharapan, dan kasih membentuk suatu tritunggal yang sangat kuat untuk mempertahankan dan mengubahkan suatu hubungan. (JS/06/16/07)
This entry was posted
on Minggu, 03 Agustus 2008
at 18.01
and is filed under
Rumah Tangga
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.