Para pembaca Kadnet yang kami kasihi, Amanat Agung yang diperintahkan Kristus untuk dilakukan oleh para Rasul dan setiap orang Kristen saat ini dalam Matius 28:19 adalah untuk “menjadikan murid,” bukan hanya sekedar “membaptiskan” seseorang menjadi anggota gereja dari denominasi Kristen tertentu. Tetapi sangat disayangkan, penelitian yang pernah saya lakukan pada tahun 2000 yang lalu memberikan kesan bahwa, baik anggota MAHK dan bahkan beberapa pekerja (pendeta) MAHK di salah satu daerah di UIKB beranggapan bahwa “baptisan,” adalah merupakan “akhir” dari Amanat Agung yang diberikan Kristus kepada para muridNya dua ribu tahun yang lalu.
Sebenarnya, baptisan hanyalah merupakan salah satu proses untuk menjadikan seseorang menjadi murid. Baptisan bukanlah merupakan akhir dari perintah Amanat Agung Kristus dalam Matius 28:29. Bahkan baptisan tidak menjamin bahwa seseorang itu sudah menjadi “murid yang sesungguhnya.” Sebab ternyata ada banyak anggota gereja yang sudah menerima baptisan, bahkan sudah puluhan tahun menjadi anggota gereja tetapi ternyata belum betul-betul menjadi seorang murid. Karena kenyataannya, mereka belum menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab (meminjam istilah Peter Wagner seorang ahli pertumubuhan gereja), mereka hanya sebagai penonton bukan menjadi murid yang sesungguhnya.
Definisi Murid
Sangat disayangkan bahwa saat ini, “Kekristenan” lebih identik dengan “agama” bukan dengan “hubungan,” dan kata “Kristen” saat ini nampaknya bukanlah merupakan kata yang paling tepat untuk menyatakan seseorang itu sebagai pengikut Kristus, meskipun memang kata “Kristen” pada zaman KeKristenan yang mula-mula dulu kata itu pernah menjadi kata yang paling tepat untuk menyatakan pengikut dan murid Kristus (Kisah Para Rasul 11:26)
Menurut saya, saat ini kata yang paling tepat untuk menyatakan pengikut Kristus ialah kata “murid” atau “disciple” Umumnya setiap anggota gereja sangat terbiasa dengan kata “murid,” tetapi apa sebenarnya arti dari “murid.”?
Menurut Larry Moore dalam Growing Disciple! A Handbook for Discipleship bahwa pengertian dasar dari kata “murid” ialah “seseorang yang menerima, menuruti, dan menolong untuk menyebarkan ajaran dari gurunya.” Dari definisi ini jelaslah bahwa seorang murid Kristus (pengikut Kristus) yang saat ini lebih dikenal dengan sebutuan Kristen, menuntut lebih dari hanya sekedar pernyataan iman kepercayaan Kristiani. Menjadi seorang pengikut atau murid Kristus memerlukan suatu perubahan hidup, nilai-nilai hidup, cara berfikir, cara berbiara dan cara bertindak.
Kwalitas dari Orang yang Benar-benar Merupakan Murid Kristus..
Saudara pembaca yang kami kasihi, untuk dapat mengetahui apakah saudara merupakan seorang murid yang sesungguhnya atau tidak, saya akan menguraikan 6 (enam) kwalitas dari seorang murid sejati, yaitu:
1. Memiliki kasih yang sangat besar kepada Kristus. Injil Lukas 14:26 mencatat mengenai kwalitas pertama dari seorang murid yang sesungguhnya ini dengan mengatakan: “Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anak-nya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu.”
Sepintas ayat diatas bukan hanya tidak masuk akal, tetapi nampaknya ayat itu bertentangan dengan semua ajaran-ajaran Kristus yang lainnya. Sebenarnya, jika kita meneliti lebih jauh lagi ayat ini hanyalah menekankan bahwa untuk menjadi seorang murid Kristus yang sesungguhnya, kita harus memiliki tingkat dan kwalitas kasih terhadap Kristus yang melebihi tingkat dan kwalitas kasih kita terhadap hubungan kita kepada orang lain, apakah itu orangtua, istri, suami, abang, kakak, adik, sahabat, bahkan terhadap diri sendiri. Sebab pada dasarnya, kasih yang sangat besar kepada Kristus tidak akan pernah meniadakan kasih kita kepada orang lain. Malah sebaliknya, semakin besarn kasih kita kepada Kristus maka akan semakin besarpulalah hubungan kasih kita kepada orang lain.
Sering sekali kita berkata, “Saya sangat mengasihi Kristus.” Tapi tunggu dulu, “Apakah saya benar-benar sangat mengasihiNya?” Dalam cara apakah saya menyatakan kasih saya ini? Berapa lamakah saya menyediakan waktu saya untuk bersama-sama dengan Dia? Kapan terakhir kali saya menggunakan waktu saya sehari penuh bersama-sama dengan Dia? Apakah Kristus mendapat tempat yang utama dalam hidup saya? Dalam bank account saya? Dalam rekreasi saya?
Apakah kita menyadari bahwa kasih yang besar kepada Kristus memerlukan banyak waktu untuk bersama dengan Dia, merenungkan Dia, melayani Dia, dan bekerja untuk Dia. Apakah Kristus mendapat tempat yang pertama dalam hidup saya? Apakah saya sering mengadakan hubungan yang intim dengan Dia?
2. Total Komitmen. Kwalitas kedua dari seorang murid yang sesungguhnya dicatat dalam Injil Lukas 14:27 “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, Ia tidak dapat menjadi muridKu.” Salib adalah merupkan lambang kematian. Yesus dengan sukarela telah memberikan hidupNya untuk kita.
Untuk menjadi murid Kristus, masing-masing kita harus mati untuk semua kepentingan diri kita dan kita harus hidup untuk Dia. Mengikuti seseorang adalah merupakan lambang dari penyerahan diri. Sebagai seorang murid masing-masing kita harus menyerahkan kemauan kita, sikap kita, keinginan kita, impian kita, tujuan kita, hidup kita dan segala seuatunya untuk Kristus. Semuanya ini memerlukan total komitmen dari masing-masing kita kepada Kristus
Rasul Paulus adalah merupakan murid yang memiliki kwalitas ini, dia berkata: “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Galatia 2:19,20)
Apakah masih ada suatu wilayah dalam hidup kita ini yang belum kita serahkan secara total kepada Kristus? Apakah kita sudah mematikan kepentingan diri kita dan menyerahkan diri kita secara total kepadaNya?
3. Pengorbanan yang Lengkap
Kwalitas ketiga dari seorang murid yang sesungguhnya dicatat dalam Injil Lukas 14:33 “Demikianpulalah tiap-tiap orang diantara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu.” Untuk menjadi murid Kristus memerlukan pengorbanan yang komplit.
Menurut ayat diatas, agar saya dapat menjadi seorang murid Kristus yang sesungguhnya saya harus mempersembahkan istri saya, anak-anak saya, rumah saya, mobil saya, pakaian saya, bank account saya, hobby saya. Segalanya! Tetapi mengapa Tuhan? Mengapa saya harus menyerahkan dan mengorbankan segalanya?
Seringkali orang berkata, untuk menjadi murid Kristus saya sudah menyerahkan diri saya, tapi kenapa sekarang saya disuruh untuk mempersembahkan semua harta milik saya? Apakah menyerahkan diri saya kepada Kristus belum cukup? Apa salahnya saya memiliki semua harta benda ini?
Kisah John Bunyan menolong saya untuk dapat mengerti Lukas 14:33 ini. Diceritakan Pendeta John Bunyan adalah merupakan seorang pendeta di sebuah gereja kecil, merupakan seorang pengkhotbah yang sangat berkuasa.
Suatu hari utusan pemerintah datang menemui John dan berkata bahwa setiap pendeta harus memiliki izin untuk berkhotbah agar dia dapat berkhotbah. Setelah berfikir untuk beberapa saat lamanya, John bertanya, apakah surat izin yang akan diberikan itu juga akan menentukan mana yang dapat di khotbahkan dan mana yang tidak dapat dikhotbahkan? Utusan pemerintah itu berkata, ya! Kemudian John menolak untuk mendapatkan surat izin itu dan berkata, “hanya Allah saja yang dapat menentukan mana yang dapat saya khotbahkan dan mana yang tidak dapat saya khotbahkan.”
Utusan pemerintah itu berkata kepada John bahwa izin ini bukanlah merupakan pilihan tetapi adalah merupakan keharusan, dan jika tidak memiliki izin, John tidak akan dapat berkhotbah dan malah John akan dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian John berkata, “Kamu boleh memasukkan saya ke penjara, tetapi aku tidak akan mengambil izin itu.”
Utusan pemerintah itu mengingatkan agar John berfikir secara matang sebelum mengambil keputusan itu. Sebab bisa jadi dia akan dimasukkan ke penjara Bedford, suatu penjara yang sangat mengerikan, dingin dan kotor. Biasanya orang-orang yang dipenjarakan di Bedford mengalami penyakit arthritis dan pneumonia. Mereka kembali menanyakan John apakah dia memang mau dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian John berkata, “Saya tidak mau masuk penjara, tetapi saya juga tidak mau menerima surat izin itu.’
Singkat cerita akhirnya John dimasukkan ke penjara Bedford. Setelah beberapa bulan berada disana, utusan pemerintah itu datang lagi kepada John dan berkata bahwa anggota jemaatnya sudah tidak mendukungnya lagi. Mereka tidak lagi pergi ke gereja. Kemudian utusan pemerintah itu berkata, “Mengapa kamu tidak ambil saja surat izin ini lalu kamu kembali lagi kepada anggota jemaatmu?” John berkata: “Saya mau kembali kepada anggota jemaatnya tetapi saya tidak mau menerima surat izin itu.”
Beberapa tahun telah beralalu, utusan pemerintah itu berkata kepada John, “Gerejamu sudah ditutup. Mengapa kamu tidak menerima surat izin itu? Sekali lagi John berkata bahwa dia tidak dapat menerima surat izin itu.
Suatu waktu pegawai pemerintah itu kembali menemui John, kemudian dia melemparkan surat izin itu kelantai penjara yang sangat kotor itu dan berkata, “Jika kamu mau mengambil surat izin itu dari lantai, kamu dapat pergi dan dibebaskan.” Tetapi John tetap tidak mau mengambil surat izin itu dari lantai penjara yang kotor itu sehingga akhirnya ngengat-ngangat memakan surat izin itu.
Utusan pemerintah itu kemudian menemui istri John dan meminta agar dia menemui John kemudian membujuk John agar John mau mengambil surat izin itu. Kemudian istri John berkata, “suamiku tidak akan mau mengambil surat izin itu.”
Setelah lewat lima tahun, utusan pemerintah kembali menemui John dan berkata bahwa putri John sangat sakit dan hampir mati. Mereka kembali meminta John untuk mengambil surat izin itu kemudian dia dapat ke rumah dan menemui putrinya yang sudah hampir mati itu. John berusaha untuk mengalahkan emosinya dan akhirnya dia berkata: “Saya mengasihi putri saya lebih dari mengasihi hidup itu sendiri, Tetapi saya lebih mengasihi Allah dari pada mengasihi putri saya, Saya tidak akan mengambil surat izin itu.”
Dalam bukunya Pilgrim’s Progress yang ditulisnya di penjara Bedford itu, John Bunyan menulis: “Orang Kristen, orang Kristen, dapatkah engkau mendengarkan saya orang Kristen? Sudahkah engkau menghitung harganya? Dengarkanlah saya orang Kristen.
Saudara pembaca, apakah kita sudah menghitung harganya? Apakah masih ada lagi yang belum kita serahkan kepada Kristus?
4. Menuruti Perintah Kristus. Injil Yohanes 8:31 mencatat kwalitas keempat dari seorang murid yang sesungguhnya, “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: “Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu.” Ungkapan “tetap dalam firmanKu” juga berarti “menurut segala perintah Kristus.”
Bukti bahwa kita mengasihi Kristus, ialah “menuruti segala perintahNya.” (Yohanes 14:15) dan ini termasuk menuruti segala perintahNya untuk “menjadikan semua bangsa menjadi murid Kristus.” (Matius 28:19)
Menjadikan semua bangsa menjadi murid, adalah merupakan bukti bahwa saudara merupakan seorang murid yang sesungguhnya. Sudahkah, penginjilan merupakan gaya hidup kita? Apakah kita menyadari bahwa menyampaikan khabar baik, mengajar Alkitab kepada orang lain adalah merupakan tanggung jawab kita dan bukan hanya tanggung jawab pendeta? Murid yang sejati akan menyadari bahwa “melakukan tugas penginjilan, bersaksi dan menarik jiwa” adalah merupakan “gaya hidupnya.” Bagi murid yang sejati, bersaksi dan menarik jiwa bukanlah merupakan “opsi” tapi adalah merupakan “keharusan” pada saat yang sama mereka juga akan menyadari bahwa penarikan jiwa atau penginjilan bukanlah merupakan “program” tetapi itu adalah merupakan “gaya hidup.”
5. Mengasihi Orang Lain tanpa dipengaruhi oleh Keadaan.
Kwalitas kelima dari seorang murid yang sesungguhnya terdapat dalam Yohanes 13:34,35 yang berbunyi “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.”
Dalam Matius 22:39 Yesus telah berkata bahwa kita harus mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Tetapi sekarang, Yesus berkata bahwa kita harus mengasihi orang lain seperti Dia mengasihi kita. Bagaimana Kristus mengasihi kita? Jawabnya: Unconditionally!! Kasih Kristus tidak tergantung kepada keadaan! Dalam kasih Kristus tidak ada keadaan, tidak ada “jika”
Mengasihi orang lain tanpa tergantung kepada keadaan adalah merupakan suatu pekerjaan yang sulit. Mengasihi orang lain seperti Kristus mengasihi kita adalah mengasihi dengan “tindakan dan dalam kebenaran” bukan hanya mengasihi melalui “kata-kata.” Tidak cukup hanya mengatakan “Saya mengasihi engkau.” Harus ada tindakan!! Untuk menjadi murid yang sesungguhnya kita harus memiliki kasih yang tidak tergantung kepada keadaan kepada setiap orang. Apakah kita sudah mengasihi orang lain sama seperti Kristus mengasihi kita?
6. Memiliki Buah untuk Dipanen. Kwalitas ke enam dari seorang murid yang sesunggunya terdapat dalam Yohanes 15:8 “Dalam hal inilah BapaKu dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-muridKu.”
Apa artinya berbuah banyak? Beberapa orang berkata bahwa hal itu berhubungan dengan buah-buah Roh yang dinyatakan dalam hidup kita. Yang lain berkata hal itu berhubungan dengan jiwa-jiwa yang kita bawa kepada Kristus. Yang paling tepat ialah, hal itu berhubungan dengan keduanya.
Konsep ungkapan “berbuah banyak” adalah menggambarkan hidup kita, proses hidup kita, kwalitas hidup kita. Jika saya adalah seorang murid Kristus akan ada proses untuk menjadi seperti Dia di dalam hidup saya dan pada saat yang sama saya juga akan memiliki kerinduan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa bagi Kristus. Jika saya adalah seorang murid Kristus yang sesungguhnya, saya akan selalu aktif mencari jiwa-jiwa yang hilang dan berusaha aktif didalam menjadikan semua bangsa menjadi murid Kristus.
Saudara, apakah kita sudah turut ambil bahagian dalam mejadikan murid? Buah yang bagaimanakah yang ada dalam kehidupan kita? Berapa banyakkah jiwa selama ini yang sudah saya bawa kepada Kristus, setelah saya mengenal kebenaran ini??
Kesimpulan
Dalam renungan saat ini jelas sekali diberikan pekerjaan seorang murid. Allah membutuhkan seseorang untuk menjadikan seseorang. Sangat dibutuhkan untuk menjadi murid yang sesungguhnya agar kita dapat menghasilkan murid. Artinya, kalau kita mau menjadikan orang lain menjadi murid, kita harus lebih dahulu menjadi murid yang sesungguhnya.
Apakah masing-masing kita adalah seorang “real disciple” atau seorang “murid yang sesungguhnya”? Apakah saya memiliki kasih yang sangat besar kepada Kristus? Sudahkah saya memiliki total komitmen kepadaNya? Apakah saya sudah menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Dia? Apakah saya sudah menuruti perintahNya? Sudahkah kasih saya kepada orang lain bebas dari pengaruh keadaan? Dan Sudahkah saya berbuah banyak? Apakah saya sudah menjadi murid yang sesungguhnya?
Saudara, jawaban yang benar hanya diketahui oleh saudara sendiri! Yang pasti jika kita belum memiliki enam kwalitas murid yang sesungguhnya diatas, berarti kita bukanlah seorang murid Kristus yang sesungguhnya, meskipun mungkin kita sudah dibaptiskan dan berada dalam kebenaran ini puluhan tahun lamanya. Yang pasti sekarang ini masih ada anggota gereja yang belum menjadi murid sejati, karena masih banyak diantara anggota gereja yang menjadi “spectators” dan belum menjadi “disciples.” (meminjam istilah dari James Zackrison, Direktur SS/PP GC).